Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Bank Syariah Harus Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama

Daryoko saat memaparkan desertasi pada.ujian terbuka di Prodi DHI UII Yogyakarta, Jumat (27/5/2022) (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Daryoko SSos, MH mengatakan selama ini lelang eksekusi hak tanggungan pada Bank Syariah masih dilakukan seperti bank konvensional. Bank Syariah langsung menyerahkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Seharusnya lelang eksekusi hak tanggungan pada Bank Syariah melalui putusan Pengadilan Agama terlebih dahulu, baru diserahkan kepada KPKNL.

Daryoko yang bekerja di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Kusumanegara Yogyakarta mengemukakan hal tersebut saat mempertahakan desertasi pada Program Studi Doktor Hukum Islam (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), Jumat (27/5/2022). Daryoko mengangkat judul desertasi ‘Harmonisasi Hukum Lelang Hak Tanggungan Bank Syariah terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 55 Perspektif Maqosid Syariah (Studi Pada Bank Syariah Indonesia Cabang Yogyakarta Kusumanegara Eks BNI Syariah Tahun 2016-2019).’

Bacaan Lainnya

Desertasi tersebut berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji dan Daryoko berhak menyandang gelar doktor. Tim penguji terdiri Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD (Ketua Sidang dan Rektor UII), Dr Drs Yusdani, MAg (Sekretaris Sidang dan Kaprodi DHI), Prof Dr Abd Salam Arief, MA (Promotor), Dr Drs Asmuni, MA (Co Promotor), Prof Dr Ridwan Khairandy, SH, MH (Penguji 1), Dr Nur Kholis, SAg, SEI, MShEc (Penguji 2) dan Dr Nurjihad, SH, MH (Penguji 3).

Dijelaskan Daryoko, berdasar data media masa (on line) Bulan Mei 2020,
lelang eksekusi hak tanggungan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) terdapat 35 proses lelang yang dilaksanakan beberapa bank syariah. Di antaranya, Bank BNI Syariah 11 nasabah, Bank Muamalat empat nasabah, Bank BRI Syariah 4 nasabah, Bank Syariah Mandiri 10 Nasabah, BJB Syariah satu nasabah, Bank BTN Syariah 1 nasabah, BPR Syariah empat nasabah.

“Semua lelang eksekusi hak tanggungan itu dilaksanakan secara langsung dari bank syariah kepada KPKNL sebagaimana dilaksanakan bank konvensional,” kata Daryoko.

Lebih lanjut Daryoko menjelaskan dalam melaksanakan penyaluran pembiayaan dari bank syariah kepada nasabah dengan beragunan sertifikat terdapat dua akad. Pertama, akad pembiayaan sebagai perjanjian pokok. Kedua, akad pengikatan hak tanggungan yang didudukan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dari notaris, Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai perjanjian tambahan (accesoir) dari perjanjian pembiayaan.

“Sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 4 tahun 1996, Pasal 4 tentang obyek hak tanggungan adalah berupa sertifikat yang merupakan bukti hak atas tanah, berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), dan Sertifikat Hak Pakai,” kata Daryoko.

Apabila terjadi peristiwa wanprestasi (ingkar janji) dari nasabah pembiayaan bank syariah terhadap akad pembiayaan tentu akan menimbulkan peselisihan atau sengketa antara nasabah dan bank syariah. Ada beberapa langkah penyelesaian, pertama, dilakukan musyawarah mufakat atau non litigasi dan penjualan jaminan bersama-sama di bawah tangan. Kedua, jika langkah pertama tidak membuahkan hasil maka jaminan yang telah dilakukan pengikatan dengan hak tanggungan akan dilakukan lelang eksekusi hak tanggungan yang merupakan penjualan jaminan pembiayaan di muka umum.

Namun, kata Daryoko, apabila pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan secara litigasi dan non litigasi pada bank syariah belum didasari putusan atau penetapan dari Pengadilan Agama maka akan menyebabkan timbulnya disharmonisasi dari pelaksanaan lelang. Disharmonisasi antara Undang Nomor 4 tahun 1996, tentang hak tanggungan dan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008, tentang perbankan syariah, Pasal 55. Sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008, Pada Pasal 55, Ayat (1).

“Berdasar peraturan perundang-undangan menegaskan bahwa lelang eksekusi hak tanggungan dalam implementasinya sebaiknya terdapat harmonisasi antara peraturan perundang-undangan. Sehingga terwujud kepatuhan hukum, pemenuhan prinsip syariah, pemenuhan asas hukum yaitu asas keadilan serta persamaan kedudukan di hadapan hukum,” katanya.

Sedang berdasar perspektif maqaṣid syariah, tambah Daryoko, sebagai al-mashlahah al-mursalah maka dalam lelang eksekusi hak tanggungan diperlukan adanya pendekatan sistem yang integral. Terdiri Cognisi, Wholeness, Opennes, Interelasi Holistik, Multidispliner dan Porpuse Fullness baik dari sisi legalitas dari sisi peraturan perundang-undangan terkait maupun kelembagaan.

Sehingga dalam persepektif maqasid syariah dapat mewujudkan adanya 5 penjagaan yaitu (1). Menjaga agama (al-din), (2). Menjaga harta (al-mal), (3). Menjaga keturunan (an-nasl), (4). Menjaga akal (al-aql), dan (5). Menajaga jiwa (an- nafs). “Lelang hak tanggungan dinilai dapat memenuhi perpektif Maqaṣid Syariah apabila dalam lelang hak tanggungan memenuhi adanya kepatuhan hukum, pemenuhan prinsip syariah, pemenuhan asas hukum sebagai suatu upaya ijtihad dalam penegakan Hukum Islam yang berdasar Alquran dan Hadis,” katanya.

Berdasarkan hasil penelitian, Daryoko mengusulkan agar lelang eksekusi hak tanggungan pada bank syariah perlu dilakukan harmonisasi hukum antara akad pembiayaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Pasal 55
sehingga pada Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 dengan permohonan uji materiil kepada lembaga yudikatif, untuk pengujian Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar 1945 melalui Mahkamah Konstitusi (MK) atau melalui penerapan asas-asas hukum terhadap pada Pasal 6, Pasal 11 Ayat 2 Huruf c dan e, Pasal 18 Ayat 1 Huruf c dan Ayat 3, Pasal 19 Ayat 1 dan 3, Pasal 20 Ayat 1 Huruf a dan b, Pasal 22 Ayat 6 dan 7.

Selain itu, diperlukan adanya Fatwa DSN MUI tentang lelang eksekusi hak tanggungan sebagai rujukan fatwa dalam penyusunan, pelaksanaan lelang pada bank syariah, adapun fatwa yang sudah ada yaitu Fatwa DSN 47/DSN-MUI/II/2005, merupakan fatwa tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar melalui penjualan jaminan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun penyelesaian sengketa non litigasi melalui BASYARNAS.

“Juga diperlukan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait lelang eksekusi hak tanggungan pada bank syariah untuk mendorong harmonisasi terhadap lelang hak tanggungan pada bank syariah,” harap Daryoko. (*)