Kasi Bimas Islam Kemenag Bantul Raih Doktor

Halili seusai ujian terbuka promosi doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (22/7/2019). (foto ; Istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Halili, Kepala Seksi Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten Bantul, Senin (22/7/2019), meraih gelar doktor. Ia berhasil mempertahankan desertasi berjudul ‘Penghulu di Antara Dua Otoritas Fikih dan Kompiliasi Hukum Islam (Studi tentang Dinamika Penyelesaian Isu-Isu Hukum Perkawinan di Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan predikat sangat memuaskan.

Dalam ujian terbuka, Halili harus mempertahankan desertasinya di hadapan Tim Penguji yang terdiri Prof Dr H Kamsi MA, Dr Ahmad Bahiej SH, MHum, Dr Ali Sodiqin MAg, dan Prof Dr H Makhrus SH MHum. Sedang dua promotornya, Prof Dr H Khoiruddin MA dan Prof Euis Nurlaelawati MA, PhD.

Bacaan Lainnya

Pria kelahiran Sumenep, Madura ini mengungkapkan berdasarkan hasil penelitiannya ada tiga temuan. Pertama, saat ini masih terdapat dualisme rujukan hukum yang digunakan penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA). Satu bagian merujuk kepada kitab-kitab fikih, dan sebagian lainnya merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Kedua, dinamika penyelesaian isu-isu hukum perkawinan di kalangan penghulu DIY dipengaruhi tiga faktor. (1) Pengalaman bekerja dan sumber pengetahuan penghulu. (2) Kultur sosial keagamaan masyarakat. (3) Otoritas Kementerian Agama dan kebijakan-kebijakan hukum.

Ketiga, aturan-aturan hukum materiil perkawinan yang mewujud dalam KHI, belum sepenuhnya dijalankan oleh penghulu. Negara belum sepenuhnya berperan dalam mengarahkan cara pandang hukum penghulu terkait materi hukum perkawinan yang termuat dalam KHI.

“Di kalangan penghulu DIY terjadi disparitas sumber rujukan dalam penyelesaian satu kasus hukum yang sama. Adapun pengaturan mengenai kedudukan, tugas dan fungsi penghulu peran negara dalam pengendalian gratifikasi dan menekan praktik pungutan liar telah berjalan dengan baik,” kata suami Ummi Nasyi’ah.

Menurut ayah dua putri ini, hasil penelitiannya semakin menguatkan teori-teori perubahan sosial dan antropologi sosial yang beririsan dengan pembaruan dan kontekstualisasi hukum Islam di Indonesia. Karena itu kajian-kajian pembaruan hukum Islam tidak bisa dilepaskan dengan dinamika perubahan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia itu sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *