Dana Masjid Seharusnya untuk Beasiswa Generasi Potensial

Waris Fahrudin saat menyampaikan materi pada Seminar dan Temu Alumni Prodi DHI dan MIAI FIAI UII secara virtual, Rabu (30/6/2021). (foto : screenshoot/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dana infaq yang diperoleh masjid seharusnya digunakan untuk beasiswa generasi muda potensial jamaah masjid hingga perguruan tinggi. Sehingga dana tersebut dapat menelorkan cendekiawan muslim yang bisa melanjutkan dakwah ilmiah dan qurani.

Dr Waris Fahrudin, MSI, Ketua Yayasan Peduli Umat Temanggung mengemukakan hal tersebut pada Seminar dan Temu Alumni dengan tema ‘Islam Rahmatan Lil’alamin sebagai Fondasi Peradaban Masa Depan’ secara virtual, Rabu (30/6/2021). Selain Waris Fahrudin, seminar juga menghadirkan nara sumber Navirta Ayu, SEI, ME, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Sedang moderator Siti Nurul Muhlisah, SH, MH, Alumni Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Seminar dan Temu Alumni ini digelar Prodi Hukum Islam Program Doktor, dan Prodi Ilmu Agama Islam Program Magister, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (Prodi DHI dan MIAI FIAI UII).

Lebih lanjut Waris Fahrudin mengatakan saat ini banyak dana masjid yang mengendap di tabungan saja. “Celakanya, uang ditabung di bank konvensional. Dana tersebut kemudian diputar oleh bank untuk membeayai pengusaha muslim sekitar masjid. Kalau pengusaha tidak bisa mengembalikan akan menjadi masalah,” kata Waris yang juga Alumni Prodi Doktor Hukum Islam (DHI) FIAI UII.

Selain untuk beasiswa, Waris juga mengharapkan dana infaq masjid digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dai-dai di daerah-daerah terpencil. Menurut Waris yang sudah pernah menjadi dai di seluruh wilayah Indonesia, banyak dai di daerah terpencil sangat minim kesejahteraannya. Waris mengkhawatirkan para dai tersebut kekurangan gizi dan bisa menghentikan tugasnya sebagai dai.

“Sebaiknya dana infaq masjid juga digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dai. Jangan sampai mereka kekurangan gizi dan bisa lebih konsentrasi menjalankan misinya sebagai dai,” katanya.

Sedang Navirta Ayu mengatakan sempat terjadi Islam Pobia, terutama setelah peristiwa 11 September 2001. Pembajakan dua pesawat penumpang yang kemudian keduanya ditabrakan Menara Kembar World Trade Center di New York City.

Peristiwa ini tidak mencerminkan Islam yang rahmatan lil ‘alaimin. Menurut Navirta, jika rahmat kepada Allah adalah kebaikan dan rezeki. Sedang rahmat kepada sesama adalah belas kasih.

“Manivestasi rahmatan lil alamin untuk memperbaiki citra Islam di dunia. Jika ada kelompok anti damai, maka mereka telah membajak agama. Agama harus dilepaskan dari perilaku untuk kepentingan politik dan ekonomi,” kata Navirta.

Sementara Dekan FIAI UII, Dr M Tamyiz Muharrom, MA mengatakan rahmatan lil ‘alamin memiliki dua prinsip yaitu rahmatan fiddunya dan akhiroh. Berdakwah mengajak orang menuju ke jalan benar, dan tidak ada paksaan. “Berdakwah menyampaikan kepada semua orang. Terutama mereka yang belum Islam, sehingga orang dengan sadar masuk Islam. Ini rahmatan lil alamin. Mengatarkan orang mendapat rahmatan fidunnya wal akhiroh,” katanya.

Kedamaian dalam berdakwah dapat diterima orang umum, bukan orang muslim saja, tetapi bukan muslim pun mengakui. Bahkan makhluk lain yang menerima Islam. “Makhluk lain yang tidak terganggu dengan keberadaan umat Islam. Misalnya, orang ngaji di pesantren tidak boleh buang air kecil di lubang yang ada semutnya. Mungkin semut lagi rapat, maka terganggu,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *