Yogyakarta Harus Jadi Panglima Pembersih Sampah Visual

Sumbo Tinarbuko saat memberikan penjelasan tentang sampah visual kepada Satpol PP Pemda DIY di JEC, Kamis (28/2/2019). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dr Isd Sumbo Tinarbuko MSn, dosen Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (FSR ISI) Yogyakarta menandaskan agar Yogyakarta menjadi panglima pembersih sampah visual. Sebab saat ini, sampah visual sudah semakin banyak dan mengotori wajah Kota Yogyakarta.

Sumbo Tinarbuko mengemukakan hal tersebut di hadapan Satuan Polisi Pamong Praja, Pemerintah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Jogja Expo Center (JEC), Kamis (28/2/2019). Satpol PP Pemda DIY sedang melakukan Rapat Kerja Penegakan Peraturan Daerah tentang penertiban iklan dan media informasi/reklame.

Lebih lanjut Sumbo Tinarbuko mengatakan Pemda DIY harus bisa menjadi pengatur iklan luar ruang. “Iklan luar ruang itu harus diatur sehingga tertata rapi, memberikan informasi dan menjadi bagian dari dekorasi kota. Itu yang harus dibangun dan menjadi keistimewaan Kota Yogyakarta,” tandas Sumbo.

Dijelaskan Sumbo, pemerintah daerah sudah memiliki master plan untuk pemasangan iklan luar ruang. Sehingga kalau para pengusaha, penggiat sosial, politisi mau beriklan dan membayar tentu disediakan tempat.

“Kalau pemerintah belum menyediakan, lingkungan tidak boleh dilawan. Misalnya, di jembatan, tiang telepon, tiang listrik, rambu lalu lintas, pohon, rambu penerangan jalan. Komunitas Reresik Sampah Visual pernah mendapatkan 40 paku yang menancap pada satu pohon,” katanya.

Sumbo Tinarbuko menandaskan untuk menghindari sampah visual ada lima sila. Pertama, dilarang dipasang di taman kota dan ruang terbuka hijau; Kedua, dilarang dipasang di trotoar; Ketiga, dilarang dipasang pada dinding dan bangunan heritage; Keempat, dilarang dipasang di jembatan, tiang telepon, tiang listrik, tiang rambu lalu lintas, dan rambu penerangan jalan; Kelima, dilarang dipasang dan dipakukan pada pohon.

Sebagai solusi, Sumbo mengusulkan agar para pengusaha, penggiat sosial, dan politisi memiliki pemikiran modern dalam beriklan. “Kita sedang berusaha memberikan edukasi kepada mereka yang mengaku pengusaha kecil, penggiat sosial, dan politisi. Mereka diharapkan bisa berpikir lebih modern dan tidak lagi memasang iklan luar ruang yang bakal menjadi sampah visual. Mereka bisa memanfaatkan kaos, dan transportasi publik,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *