BANJARNEGARA, JOGPAPER.NET — Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil membina generasi milenial untuk menggeluti industri kopi Arabika di Banjarnegara, Jawa Tengah. Mereka mau menggeluti industri kopi dari hulu hingga hilir.
Saat ini ada 11 Koperasi Produsen Kopi yang bekerja sama dengan UGM. Bahkan UGM bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) Purwokerto dan Pemerintah Daerah setempat telah mendirikan Coffee Learning Center (Pusat Pembelajaran Kopi) di Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah yang diresmikan Selasa (16/1/2024).
Demikian diungkapkan Ketua Tim pendamping petani kopi yang juga dosen Fakultas Pertanian UGM, Prof Dr Ir Taryono, MSc di Yogyakarta, Senin (22/1/2024). Selain Taryono, peresmian juga dihadiri anggota tim pendamping yaitu Ir Suci Handayani, MP, dan Andrianto Ansari, PhD serta perwakilan dari BI Purwokerto dan Pemkab Banjarnegara.
“Coffee Learning Center ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil dan mutu kopi. Pada tahun 2023, BI memberikan dana untuk pembangunan fasilitas Sekolah Kopi Banjarnegara meliputi pusat pembelajaran kopi, perlengkapan umum, serta perlengkapan khusus menikmati kopi (cupping) dan laboratorium kopi,” kata Taryono.
Taryono bercerita pendampingan budidaya kopi di Desa Babadan dimulai tahun 2008 dengan program penguatan konservasi lahan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan mendapat pendampingan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kegiatan dimulai dengan kajian kesesuaian lahan, penyemaian, pembibitan dan penanaman.
“Kajian kesesuaian lahan dilaksanakan pada tahun 2010 dan dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa wilayah Pagentan atas khususnya desa Babadan, Margosari dan Tegal Jeruk dengan ketinggian >1000 m di atas permukaan laut disimpulkan sangat sesuai digunakan untuk pengembangan kopi arabika,” cerita Taryono.
Kemudian, tahun 2011 mulai tersedia bibit kopi. Namun dikarenakan budidaya kopi perlu waktu yang cukup lama sekitar tiga tahun, maka beberapa petani tidak merawatnya dengan baik. Sehingga tanaman dalam kondisi kurang terawat terpaksa dibongkar.
“Saat kopi mulai panen, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh petani. Karena perencanaan program penguatan konservasi lahan dari PT PLN hanya sampai pada tahap menghasilkan buah kopi dan pasar juga hanya mengikuti yang sudah ada, maka buah kopi arabika dibeli dengan harga lebih murah dari buah kopi robusta dengan alasan kandungan air tinggi,” jelasnya.
Kemudian anggota kelompok tani Sida Makmur dipertemukan dengan pelaku kopi dari Jakarta, Surabaya dan Gayo dalam acara sarasehan, hasilnya petani mulai mendapatkan pencerahan bahwa seharusnya kopi arabika mempunyai keunikan cita rasa dengan harga yang lebih baik dibandingkan kopi robusta. “Setelah selesai kegiatan tersebut, petani mulai merencanakan pembentukan badan usaha yang sesuai untuk dapat mengelola kopi petani,” paparnya.
Pada tahun 2018 pengembangan budidaya kopi arabika didukung oleh Bank Indonesia (BI) Purwokerto dengan program Local Economy Development (LED). Tujuannya, kopi untuk konservasi lahan dan air serta peningkatan kesejahteraan petani dimana diputuskan jenis kopi arabika dikembangkan di Banjarnegara bagian Utara masuk pada kawasan pegunungan Dieng. Selain itu, kelompok tani mulai mendapatkan bantuan bibit, sarana prasarana pengolahan kopi dan pelatihan produksi dan pemasaran.
Turno, Ketua Koperasi Sikopel Mitreka Satata, Desa Babadan, menyambut baik kehadiran Pusat Pembelajaran Kopi di Desa Babadan. Ia mengharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Babadan, khususnya, dan masyarakat Kabupaten Banjarnegara secara umum.
Hal senada juga disampaikan Alif Zein, tokoh penggiat kopi di Desa Babadan. Ia mengharapkan Pusat Pembelajaran Kopi dapat difungsikan sebagai rumah belajar bagi petani dan masyarakat Banjarnegara. “Nantinya dari rumah ini bisa meningkatkan keterampilan SDM dan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara juga semakin lebih baik,” harap Alif Zein. (*)