Sapardiyono: Pengaturan Frekuensi Radio Belum Membawa Kemakmuran

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Unsur-unsur hak menguasai negara seperti membuat kebijakan, pengaturan, pengelolaan, pengurusan maupun pengawasan penggunaan frekuensi radio sebenarnya sudah banyak dilakukan negara. Namun dalam implementasinya, kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan kemakmuran rakyat tidak tercapai.

Sapardiyono, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengemukakan hal tersebut pada ujian terbuka promosi doktor Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta, Jumat (4/12/2020). Sapardiyono mengangkat judul desertasi ‘Hak Menguasai Negara dalam Spektrum Frekuensi Radio untuk Penyiaran.’

Bacaan Lainnya

Desertasi tersebut berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang terdiri Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD (Rektor UII/Ketua Sidang), Prof Jawahir Thontowi, SH, PhD (Kaprodi/Sekretaris), Prof Dr Achmad Sodiki, SH (Penguji 1), Prof Dr Nurhasan Ismail, SH, MSi (Penguji 2), Prof Dr Ni’matul Huda, SH, MHum (Penguji 3), Dr Saifudin SH, MHum, (Penguji 4). Sedang Prof Dr Judhariksawan, SH, MH sebagai Promotor dan Dr Ridwan, SH, MHum, Co Promotor.

Lebih lanjut Sapardiyono mengemukakan dalam perspektif hak menguasai negara, konsep single multiplexer atau spektrum frekuensi radio yang dikelola sendiri oleh negara akan lebih memudahkan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Tetapi tujuan hak menguasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak tercapai dalam implementasinya,” kata Sapardiyono.

Dijelaskan Sapardiyono, hak menguasai negara bukanlah dalam makna negara memiliki tetapi dalam pengertian bahwa negara berwenang merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad) dan melakukan pengawasan (toezichthoundendaad). Dengan demikian masih terdapat ruang bagi perorangan maupun swasta ikut mengelola sumberdaya alam sepanjang kelima peranan negara tersebut masih dapat dipenuhi.

Dalam spektrum frekuensi radio, kata Sapardiyono, tidak banyak orang memperdebatkan. Padahal spektrum frekuensi radio berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.

“Mungkin karena spektrum frekuensi radio merupakan barang yang tidak kasat mata dan tidak secara langsung bisa dirasakan keberadaannya maka banyak orang merasa tidak dirugikan apabila pengaturan dan pengelolaannya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pasal 33 UUD NRI 1945,” kata Sapar.

Padahal, lanjut Sapar, sesungguhnya hampir semua orang membutuhkan dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih di dunia yang sudah sangat modern ini teknologi informasi telah dijadikan garda terdepan untuk berkomunikasi dan menyelesaikan banyak hal.

Berdasarkan hasil penelitian, kata Sapar, banyak terjadi jual beli lembaga penyiaran yang menjurus kepada konglomerasi media. Padahal jual beli lembaga penyiaran ini merupakan kegiatan yang dilarang berdasarkan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindah tangankan kepada pihak lain. Bahkan di ayat berikutnya yaitu ayat (5) huruf (d) Izin penyelenggaran penyiaran akan dicabut apabila dipindahtangankan kepada pihak lain.

Jual beli izin penyelenggaran penyiaran pun merupakan perbuatan pidana sesuai dengan Pasal 58 ayat (4). Para pelakunya diancam dengan pidana penjara 2 tahun atau denda Rp 500 juta untuk radio dan Rp 5 miliar untuk televisi apabila terbukti.

“Kenyataan yang terjadi sungguh lain, badan hukum pemegang Izin Penyelenggaraan Penyiaran tidak pernah berubah tapi saham perusahaan sudah banyak yang beralih ke perusahaan lain. Sehingga pasal-pasal dalam UU Penyiaran ini nyaris tidak dapat
Diterapkan,” katanya.

Terjadinya konglomerasi media tentu akan mempengaruhi kualitas isi siaran. Bahkan keberagaman isi siaran juga sudah pasti akan terdegradasi. “Kondisi ini tentu sangat merugikan masyarakat dan semakin menjauhkan tujuan pengelolaan frekuensi radio untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tandas Sapar.