PS2PM Yogyakarta Ngaji Bersama Refleksi Nuzul Quran

Yusdani
Yusdani, Direktur PS2PM Yogyakarta. (foto : screenshotyoutubre/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta menggelar Ngaji Bersama (Ngaber) Refleksi Nuzul Quran Pembacaan Alquran di Era Milenial, Senin (17/4/2023). Ngaber ini menampilkan nara sumber Dr M Muslikh KS, MAg dari perspektif budaya, dan Zaenal Syarifuddin SHI, MSI dari perspektif sejarah dan beragam model pembacaan.

Dijelaskan Dr Yusdani MAg, Direktur PS2PM Yogyakarta, pembacaan Alquran oleh umat Islam sebagai Kitab Suci terbuka untuk dipahami terutama bagi generasi milenial. “Karena itu, momentum Nuzul Quran sekarang ini, perlu diletakkan sebagai Kitab Suci dijadikan fondasi peradaban umat. Sehingga sudah saatnya Alquran dibaca dengan multi perspektif, agar Alquran betul-betul menjadi kitab petunjuk bagi umat manusia,” kata Yusdani.

Bacaan Lainnya
Muslikh. (foto : screenshotyoutube/heri purwata)
Muslikh. (foto : screenshotyoutube/heri purwata)

Sedang Muslikh mengatakan Nuzulul Quran itu merupakan bagian dari konstitusi, kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang, terus menerus di Bulan Ramadhan. Kajian keislaman yang dilakukan PS2PM ini merupakan bentuk peran untuk menghadapi tantangan.

“Sebab setiap zaman, ada tantangan yang berkonsekuensi pada kehidupan kita. Ini merupakan budaya di masyarakat kita, baik skala lokal maupun nasional. Sehingga menjadi energi kita ke depan. Alquran yang diperingati melalui Nuzulul Quran bagi kaum muslimin itu sesuatu sudah final pemberian Allah SWT,” kata Muslikh.

Sementara Zaenal Syarifuddin, Bidang Riset dan Publikasi PS2PM mengatakan Alquran sebagai pedoman hidup utama umat Islam. Karena itu, umat Islam seharusnya banyak berinteraksi (bermu’amalah) dengan Alquran.

Zaenal Syarifuddin. (foto:screenshotyoutube/heri purwata)

“Ada beberapa cara berinteraksi dengan Alquran yaitu membaca ayat-ayatnya (tilawah), mengkaji maknanya, tadabbur (merenungkan kandungannya), mengambil spirit dan pesan moralnya, mengamalkan (aktualisasi nilainya), dan mengajarkannya kepada orang lain,” kata Zaenal.

Di era milenial, tambah Zaenal, generasi milenial berinteraksi dengan Alquran lebih banyak pada sisi membaca. Saat ini, interaksi masyarakat dengan Alquran banyak dipengaruhi teknologi dan media informasi.

Konsekuensinya, banyak anggota masyarakat merasa cukup belajar Alquran melalui media informasi. Mulai dari belajar membaca sampai pengetahuan seputar kandungannya. Otoritas ustadz Alquran, tashih syafahi dan sanad keilmuan sedikit terganggu,

“Karena itu, perlu pemaduan adaptif dan tidak mereduksi secara radikal pola pembelajaran Alquran yang telah ada sebelumnya,”” kata Zaenal yang juga Alumnus Studi Quran Hadis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga ini.

Saat ini, tambah Zaenal, menjamur program tahfizh. Menurutnya, meningkatnya minat masyarakat untuk mengahafal Alquran merupakan hal yang baik. Namun ada sisi yang perlu dikritisi sebab seolah tahfizh ini menjadi ‘segalanya’ bagi sebagian kalangan. Program tahfizh dinilai salah satu cara tercepat yang bisa ditempuh untuk meneguhkan status ustadz/ahli Quran.

Selain itu, juga menjadi kebanggaan atas simbol kesalehan dan ‘kepentingan’ orang tua untuk meraih mahkota surga. “Menjamurnya rumah tahfizh pada realitasnya kurang dibarengi pembelajaran Alquran dari aspek yang lain,” saran Zaenal. (*)