Prodi DHI UII Gelar Seminar Normalisasi Pendidikan di Era Endemi

Ketua Prodi DHI UII, Dr Yusdani saat memberikan sambutan pada seminar 'Normalisasi Institusi Pendidikan Islam di Indonesia Era Endemi' Selasa (31/5/2022).. (foto : screenshoot.xoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Program Studi Doktor Hukum Islam (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menggelar Seminar Nasional ‘Normalisasi Institusi Pendidikan Islam di Indonesia Era Endemi’ Selasa (31/5/2022). Seminar ini bertujuan untuk menggali dan menyusun strategi pengelolaan perguruan tinggi di era endemi.

Seminar menghadirkan tiga pembicara yaitu pertama, Prof Dr Usman Abu Bakar MA, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, Jawa Tengah. Kedua, Dr Husnul Amin Lc MHI, MM, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raudhatul Ulum (STITRU) Sakatiga Indralaya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Bacaan Lainnya

Pembicara ketiga, Dra Nurmala HAK, MHI, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan. Sedang moderator Januariyansyah SHI, ME, Kandidat Doktor Prodi DHI, FIAI UII.

Dijelaskan Dr Drs Yusdani MAg, Ketua Prodi DHI UII pada masa endemi, perlu menyusun strategi pengelolaan perguruan tinggi, baik sisi manajemen maupun budaya akademik. Hal ini penting dilakukan karena selama dua tahun Covid-19, kondisinya telah berubah. Dua hal ini menjadi problem yang dihadapi perguruan tinggi di Indonesia.

“Semoga dengan seminar ini kita mendapatkan masukan sehingga siap menata dan mengembangkan institusi pendidikan Islam di Indonesia memasuki era endemi,” kata Yusdani.

Nurmala mengatakan atmosfer akademik didefinisikan sebagai nuansa lingkungan yang berjiwa akademik, yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Atmosfer akademik merupakan faktor penting dalam menunjang performansi atau kinerja sebuah perguruan tinggi.

Seminar ‘Normalisasi Institusi Pendidikan Islam di Indonesia Era Endemi’ secara Daring, Selasa (31/5/2022). (foto : screenshootzoom/heri purwata)

Karena itu, kata Nurmala, penyusunannya diharapkan dapat mendukung terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi tim-tim belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Sehingga mahasiswa dapat menampilkan kinerja yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Atmosfer akademik, tambah Nurmala, harus mampu menciptakan proses pembelajaran di perguruan tinggi berjalan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang telah dirumuskan. Perguruan tinggi merupakan suatu organisasi pendidikan, dimana individu-individu saling berinteraksi dan bekerja sama guna menciptakan atmosfer akademik.

“Pemahaman dan komitmen seluruh civitas akademika tentang pentingnya atmosfer akademik dalam pendidikan tinggi harus diwujudkan dan dikembangkan secara konsisten. Membangun atmosfer akademik dilakukan beberapa upaya seperti perbanyak riset, kajian, publikasi, dan kolaborasi ,” kata Nurmala.

Sedang Husnul Amin pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat untuk melakukan perubahan besar di berbagai bidang. Pandemi Covid-19 telah mempercepat proses disrupsi, kehadiran Massive Online Open Courses (MOOCs) atau pembelajaran jarak jauh semakin marak dan menjadi kebutuhan. Karena itu, institusi pendidikan Islam dipaksa untuk menyikapinya.

Pada kondisi New Normal setelah pandemi, kata Husnul Amin, sesuatu yang tidak biasa dan belum pernah dilakukan sebelumnya menjadi sesuatu yang biasa. Istilah New Normal sendiri sudah pernah muncul di Indonesia yaitu saat krisis keuangan 2007-2008, setelah resesi global 2008-2012, dan setelah pandemi Covid-19.

“Tetapi New Normal setelah pandemi Covid-19, konteksnya lebih luas yang meliputi bidang ekonomi, politik, kehidupan sosial, pendidikan, kebiasaan sehari-hari di masyarakat,” kata Husnul.

Kembali normal di era endemi, kata Husnul, tidak berarti meninggalkan budaya budaya baik yang dilakukan saat pandemi seperti mencuci tangan dengan sabun. Namun budaya tersebut justru tetap dilakukan dan dikembangkan. “Sama dengan ubudiyat Ramadhaniyah yang dilaksanakan di Bulan Ramadhan. Kebiasaan tersebut seharusnya tetap dilaksanakan di luar Bulan Ramadhan, semangat ibadah juga harus dilakukan,” tandasnya.

Di lembaga pendidikan Islam, diharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan (Prokes) yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak. Penggunaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau online tetap dipertahankan. “Penggunaan aplikasi Zoom dalam pembelajaran dan seminar atau secara virtual di era endemi bisa dipertahankan,” kata Husnul.

Sementara Usman Abu Bakar mengatakan pandemi Covid-19, membuat semua dosen, guru, mahasiswa dan siswa masuk dalam frame work from home (WFH) dan menggunakan Teknologi Informasi sebagai tool of work. Pandemi Covid-19 juga mengubah secara revolusioner pembelajaran yang diselenggarakan oleh kampus. Dalam waktu cepat, kampus dipaksa untuk melaksanakan pembelajaran Daring.

Riset menunjukkan bahwa dampak terhadap pendidikan Islam dari perubahan pembelajaran adalah penurunan semangat belajar, penurunan capaian pembelajaran, siswa kurang bersosialisasi, menjadi korban kekerasan orang tua, putus sekolah, dan masih banyak lagi hasil riset terhadap proses pembelajaran di era pandemi ini. “Berbagai riset yang sudah terpublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah ini tentu saja harus mendapatkan perhatian yang serius dari stakeholder pendidikan,” kata Usman.

Dampak perubahan pembelajaran secara Daring menjadikan mahasiswa sangat pragmatis, tidak fokus, tidak mempersiapkan diri dengan baik, dan asal-asalan dalam mengerjakan tugas. Selain itu, kendala konektivitas secara online yang disebabkan faktor geografis dan networking membuat tidak maksimalnya transfer of knowledge dari dosen kepada mahasiswa.

Karena itu, kata Usman, titik tekan pendidikan Islam kontemporer harus selalu update dengan perkembangan teknologi dan tantangan zaman. Pendidikan Islam harus terus mengeksplorasi konsep dan aplikasinya sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islam kontemporer sangat rentan dengan tantangan dan peluang. “Jika hal ini dapat dihadapi secara positif, hal ini dapat memunculkan beragam temuan sebagai kontribusi positif bagi seluruh umat manusia,” katanya.

Tujuan pendidikan Islam pertama, mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi perkembangan Iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan Iptek dengan sumber ajaran Alquran dan sunah. Kedua, mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.

“Ketiga, mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemampuan bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas,” tandasnya. (*)