Menguatkan Kepercayaan Publik

Andhika
Andhika Wahyudiono. (foto : istimewa)

Oleh: Andhika Wahyudiono*

Presiden Joko Widodo telah berjanji untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait penempatan perwira TNI aktif dalam jabatan sipil di kementerian dan lembaga. Janji tersebut diungkapkan setelah dua perwira aktif TNI, yaitu Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto, menjadi tersangka dalam kasus suap di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) pada 25 Juli. Basarnas merupakan salah satu dari sepuluh kementerian dan lembaga yang diizinkan untuk diisi oleh prajurit TNI aktif berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Bacaan Lainnya

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah jobless perwira TNI semakin menurun, namun masih terdapat perwira tinggi yang menganggur dan kemudian ditempatkan pada jabatan sipil. Isu ini menjadi kompleks ketika terjadi masalah hukum, seperti kasus di Basarnas yang merupakan lembaga sipil di bawah Kementerian Perhubungan. Meskipun kasus ini termasuk tindak pidana umum, TNI menolak penerapan hukum pidana umum dan meminta agar kedua perwiranya ditangani melalui peradilan militer.

KPK akhirnya mengambil keputusan bersama dengan TNI untuk melakukan investigasi dalam kasus ini. Namun, beberapa pihak meragukan keberhasilan penanganan kasus tersebut dan mencurigai Undang-Undang Peradilan Militer sebagai sarana impunitas bagi personel TNI yang terlibat dalam tindak pidana.

Pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk menghapus impunitas dalam sistem hukum nasional dan merevisi UU Peradilan Militer. Namun, hingga kini janji tersebut belum terealisasi sepenuhnya. Hal ini tercermin dari pengangkatan Laksamana Madya Amarulla Octavian sebagai Wakil Kepala BRIN yang berdasarkan keputusan presiden, menimbulkan kecurigaan di kalangan publik.

Adanya kerja sama penyidikan antara KPK dan Puspom TNI dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas juga dipertanyakan oleh publik. Sebelumnya, Puspom TNI pernah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 2015-2017 yang melibatkan perwira tinggi TNI Angkatan Udara dengan alasan tidak adanya bukti praktik rasuah, meskipun pihak swasta yang menyuap sudah divonis bersalah.

Dampak dari situasi ini menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat terhadap cara penanganan kasus korupsi yang melibatkan perwira TNI yang masih aktif bertugas. Masyarakat merasa cemas bahwa pengadilan militer dapat digunakan sebagai alat untuk menghindari pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku tindak pidana dari kalangan militer. Oleh karena itu, langkah yang sangat penting bagi pemerintah adalah melakukan evaluasi yang menyeluruh dan mencari solusi yang tepat guna memastikan penegakan hukum dapat berjalan secara adil dan transparan tanpa pilih kasih terhadap siapapun, termasuk perwira TNI aktif yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penanganan kasus korupsi yang melibatkan perwira TNI aktif semakin meningkat. Masyarakat merasa khawatir bahwa peradilan militer dapat menjadi sarana untuk menghindari pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku tindak pidana yang berasal dari kalangan militer. Oleh karena itu, inisiatif pemerintah yang sangat diperlukan adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan menemukan solusi yang tepat untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan secara adil dan transparan tanpa memihak kepada siapa pun, termasuk perwira TNI aktif yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.

Situasi ini telah menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat terkait cara penanganan kasus korupsi yang melibatkan perwira TNI yang masih aktif bertugas. Masyarakat merasa cemas bahwa pengadilan militer bisa menjadi alat untuk menghindari pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku tindak pidana yang berasal dari kalangan militer. Karena itu, tindakan yang sangat penting bagi pemerintah adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan mencari solusi yang tepat untuk memastikan penegakan hukum dapat berjalan secara adil dan transparan tanpa pandang bulu terhadap siapapun, termasuk perwira TNI aktif yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.

Tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penanganan kasus korupsi yang melibatkan perwira TNI aktif semakin meningkat. Masyarakat merasa khawatir bahwa sistem peradilan militer berpotensi menjadi sarana untuk menghindari pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku tindak pidana dari kalangan militer. Oleh karena itu, langkah yang sangat penting bagi pemerintah adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan mencari solusi yang tepat untuk memastikan bahwa penegakan hukum dapat berjalan secara adil dan transparan tanpa memihak kepada siapapun, termasuk perwira TNI aktif yang terlibat dalam kasus korupsi.

Adanya keraguan di kalangan masyarakat terhadap penanganan kasus korupsi yang melibatkan perwira TNI aktif semakin meningkat. Masyarakat merasa cemas bahwa pengadilan militer dapat digunakan sebagai alat untuk menghindari pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku tindak pidana dari kalangan militer. Oleh karena itu, langkah yang sangat penting bagi pemerintah adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan mencari solusi yang tepat untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan secara adil dan transparan tanpa memihak kepada siapapun, termasuk perwira TNI aktif yang terlibat dalam kasus korupsi.

*) Dosen UNTAG Banyuwangi