YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr Zullies Ikawati, Apt, menanggapi unggahan di media sosial terkait kandungan bromat melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam air minum kemasan. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan oleh konten kreator tersebut tidak benar atau hoaks.
Prof Zullies Ikawati menjelaskan bromat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika air minum didesinfeksi dengan proses ozonasi. Bromat bukan senyawa yang normal terdapat secara alami di air. Selain itu, bromat merupakan senyawa yang tidak memiliki rasa atau warna.
“Jadi jika sang influencer bilang bahwa bromat yang membuat rasa agak manis, yang itu sering dijadikan tagline promo produk air tersebut “yang ada manis-manisnya”, maka itu sebenarnya adalah tidak benar, karena bromat itu tidak berasa,” kata Zullies Ikawati dalam keterangan tertulis Senin (26/2/2024).
Bromat, kata Zullies, bisa ditemukan pada air yang disterilkan dengan proses ozonasi. Bromat akan muncul saat ozon yang digunakan untuk mendesinfeksi air minum bereaksi dengan bromida alami yang ditemukan di sumber air. Bromida mengandung unsur Brom (Br) yang bermuatan negatif. Ketika diozonisasi, Brom yang bermuatan negatif bisa bereaksi dengan ozon atau O3 dan terbentuklah senyawa Bromat atau BrO3.
“Bromat dapat masuk ke air minum kemasan jika proses penyaringan tidak dilakukan dengan hati-hati atau jika ada kontaminasi dalam sumber air. Kandungan bromat dalam air minum masih dibolehkan, asal tidak melebihi 10 mcg/L,” jelasnya.
Lebih lanjut Zullies menjelaskan batas aman yang diperbolehkan WHO adalah 10 ppb (part per bilion) atau 10 mikrogram/liter. Hal ini berdasarkan batas atas potensi kanker untuk bromat adalah 0,19 per mg/kg berat badan per hari.
Pada studi dengan hewan, dijumpai bromat dapat memicu kanker namun belum diketahui dampaknya pada manusia. Keracunan bromat dosis tinggi sangat jarang terjadi, kecuali orang secara sengaja atau tidak sengaja menelan cairan kimia yang mengandung bromat.
Menurut Zullies, efek kercaunan bromat dapat mengakibatkan muntah-muntah, sakit perut dan diare. Selain itu juga bisa menyebabkan kelelahan, hilangnya refleks dan masalah lain pada sistem saraf pusat. Namun efek ini biasanya bersifat reversibel, yang artinya bisa kembali normal, tidak menetap.
Di Indonesia, kata Zullies, regulasi tentang minuman dan makanan diatur BPOM, yang mengacu pada SNI yang diatur standarnya oleh Badan Standardisasi nasional (BSN). Untuk Air minum dalam kemasan, khususnya air mineral, dalam registrasinya dan pengawasannya mengacu ke SNI, di mana persyaratan mutunya mengikuti peraturan SNI 3553:2015. “Pada SNI tersebut, terkait dengan kandungan bromat juga ditetapkan sama dengan standar aman WHO,”tuturnya.
Zullies menyarankan sebaiknya masyarakat bersifat bijaksana menanggapi isu soal bromat yang ada pada salah satu produk air minum dalam kemasan. Zullies kembali menegaskan postingan tersebut merupakan hoaks. “Masyarakat harus bersikap bijak dan selektif dalam mencerna informasi. Upayakan untuk memverifikasi atau menanyakan terlebih dahulu pada ahli atau sumber yang kredibel. “Jangan langsung percaya dan menyebarkannya lagi, tanyakan pada yang dirasa lebih ahli,” harap Zullies. (*)