Bukti Elektronik Dapat Mencegah Kecurangan Pemilu 2024

Bukti Elektronik
Dari kanan ke kiri : Sutrisnowati, Ibah Muthiah, dan Yudi Prayudi. (foto : screenshotzoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Peran aktif masyarakat dalam proses Pemilu sangat penting untuk menjaga demokrasi yang sehat. Masyarakat dapat melakukan pemantauan, dokumentasi elektronik, dan pelaporan yang bertanggung jawab sehingga bisa membantu mencegah, mengungkap pelanggaran dan kecurangan Pemilu, serta memastikan proses Pemilu yang adil dan transparan.

Dr Yudi Prayudi, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) Universitas Islam Indonesia (UII) mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan secara virtual Kamis (11/1/2024). Sebelumnya, Pusfid UII menggelar Diskusi ‘Literasi: Pemilu 2024 Potensi Bukti Elektronik untuk Mendukung Investigasi Pelanggaran dan Sengketa Pemilu 2024.’

Bacaan Lainnya

Diskusi menghadirkan tiga pembicara Ibah Muthiah, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY). Sutrisnowati, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu, dan Yudi Prayudi, Kepala Pusfid UII yang juga Dosen Jurusan Informatika Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII.

Yudi Prayudi menjelaskan sistem elektronik yang telah tersedia, baik berupa alat maupun aplikasi dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk melakukan pemantauan, dokumentasi, dan pelaporan terhadap adanya pelanggaran dan kecurangan pemilu. “Output yang dihasilkan kemudian dapat dijadikan sebagai bukti elektronik untuk kemudian di proses oleh pihak yang berwenang menjadi alat bukti hukum yang sesuai dengan ketentuan perundangan,” kata Yudi Prayudi.

Undang-Undang Pemilu Indonesia telah mengatur berbagai aspek Pemilu, termasuk potensi pelanggaran dan sengketa hasil Pemilu. Pelanggaran Pemilu dan sengketa Pemilu adalah dua konsep yang sering muncul dalam konteks pemilihan umum, tetapi mereka memiliki perbedaan yang signifikan dalam konteks hukum dan prosedural.

Pelanggaran Pemilu merujuk pada tindakan atau kegiatan yang melanggar hukum atau aturan Pemilu yang telah ditetapkan. Di antaranya, pelanggaran administratif, pelanggaran pidana, dan pelanggaran etik. “Pelanggaran Pemilu ditangani oleh lembaga pengawas Pemilu (Bawaslu) dan dapat berujung pada sanksi administratif, denda, atau bahkan tuntutan pidana,” kata Yudi.

Sedang sengketa Pemilu, merupakan perselisihan yang muncul dari hasil Pemilu atau proses Pemilu. Di antaranya, kontestasi hasil, proses dan prosedur, dan hak pilih. “Sengketa Pemilu biasanya diselesaikan melalui mekanisme hukum khusus, seperti pengadilan Pemilu atau lembaga peradilan yang bertanggung jawab atas masalah Pemilu,” katanya. (*)