Aplikasi SPDCM Percepat Penanganan Pasien Radiologi

Izzati Muhimmah (kanan) dan Mei Prabowo saat memberikan penjelasan aplikasi pengiriman citra medis kepada wartawan di Kampus FTI UII Yogyakarta, Jumat (13/4/2018). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Selama ini untuk mengolah data-data radiologi, mulai dari membuat foto, pembacaan foto oleh dokter radiologi paling cepat membutuhkan waktu 12 jam. Namun dengan aplikasi Sistem Pengiriman Data Citra Medis (SPDCM) yang dikembangkan Mei Prabowo, mahasiswa Konsentrasi Informatika Medis Magister Teknik Informatika Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (PPs FTI UII), pengolahan data radiologi bisa dalam waktu lima menit.

Dijelaskan Izzati Muhimmah, Ph.D, dosen PPs FTI UII, aplikasi SPDCM ini kepada wartawan di Kampus FTI UII Yogyakarta, Jumat (13/4/2018). Aplikasi ini terbagi menjadi dua modul yaitu Web Base Aplication dan mobile Aplication. “Modul Web-based, digunakan bagian Radiologi dan Perawat untuk melacak aliran informasi hasil pembacaan. Sedang modul mobileApps, memungkinkan dokter Radiologi dan dokter perujuk untuk berdiskusi tentang hasil pembacaan citra medis pasien,” kata Izzati yang mendampingi Mei Prabowo.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Izzati mengatakan aplikasi pengiriman data citra medis yang dikembangkan Mei Prabowo terintegrasi dengan smartphone android. Smartphone android digunakan oleh dokter radiologi untuk menerima citra medis (berformat *.dcm sebagaimana biasanya yang dibaca di unit radiologi) dan mengirimkan hasil pembacaan citra medis tersebut.

Menurut Izzati yang juga Kepala Pusat Studi Informatika Medis PPs FTI UII, adanya aplikasi pengiriman data citra medis ini kasus-kasus kegawatdaruratan dapat ditangani secara cepat sehingga upaya penegakan diagnosis dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Aplikasi ini mengintegrasi user – user terkait (Bagian Radiologi, Dokter Radiologi, Dokter Perujuk, Perawat) dalam proses pelayanan pasien radiologi, sehingga terbentuklah sebuah layanan interprestasi teleradiologi.

Dari segi keamanan data, kata Izzati, sistem pengiriman data citra medis ini dilengkapi dengan fitur Otentifikasi, Otorisasi, Integritas, Penelusuran Jejak, Pemulihan Pasca Bencana, Penyimpanan, dan Transmisi. Sistem ini dimodelkan dan diuji untuk mendukung layanan Bagian Radiologi di Rumah Sakit Umum Islam Harapan Anda, Tegal.

Berdasarkan hasil pengujian aplikasi user tentang kegunaan aplikasi pengiriman data citra medis ini menunjukan 82,60%, kemudahaan pengunaan 77,89 %, kemampuan user dalam mempelajari aplikasi 79,40 % serta kepuasan user 78,97 %. “Melalui hasil dari angket tersebut dapat diketahui bahwa aplikasi yang dibangun sudah sesuai dengan kebutuhan user,” kata Izzati.

Sementara Mei Prabowo mengatakan penelitian ini berdasarkan kondisi saat ini yang tidak seimbang antara jumlah dokter radiologi dibandingkan dengan standar kebutuhan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di sarana pelayanan kesehatan bahwa yang bertanggungjawab dalam pemeriksaan dan pembacaan hasil radiologi adalah Spesialis Radiologi (Depkes, 2008).

Akan tetapi hingga saat ini kesenjangan antara jumlah Dokter Radiologi dengan kebutuhan pelayanan radiologi masih menjadi permasalahan utama. Data per 31 Desember 2016 total jumlah dokter spesialis radiologi di Indonesia sekitar 2.568 orang, sedangkan menurut standar pemenuhan tenaga kesehatan dari Kementerian Kesehatan angka tersebut masih jauh dari standar pemenuhan kebutuhan tenaga medis dokter spesialis radiologi. Sehingga terdapat kekurangan hingga 1.052 orang (Usman, 2017).

“Assessment Dokter Radiologi diperlukan melalui proses analisis data citra medis untuk keperluan penegakan diagnosa, terutama pada kasus gawat darurat di luar jam kerja,” kata Mei Prabowo.