YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD mengingatkan sudah saatnya memitigasi perkembangan dan penggunaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Agar penggunaan IA bisa lebih altrustik untuk kepentingan manusia yang baik.
Fathul Wahid mengemukakan hal tersebut pada penyerahan Surat Keputusan Jabatan Akademik Profesor kepada Drs Allwar, MSc, PhD di Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Prof Allwar merupakan guru besar ke-29 UII dan kini proporsi dosen yang bergelar profesor adalah 3,7 % (29 dari 771 dosen).
Dijelaskan Fathul Wahid, ketika temuan ilmu pengetahuan dan teknologi diperkenalkan pertama kali, rasa bahagia dan takjub, karena hanya melihat sisi baiknya saja. Padahal seharusnya, perspektif temporal perlu melihat dalam horizon waktu yang jauh.
Fathul mencontohkan, Robert Oppenheimer, ahli fisika berkebangsaan Amerika, yang dikenal sebagai bapak bom atom. Robert Oppenheimer menyesal karena bom atom buatannya telah membunuh ratusan ribu orang. Pada suatu saat, dia menyatakan, ‘tanganku berlumuran darah.’
Contoh lain, kata Fathul, Mikhail Kalashnikov sang penemu senapan serbu AK-47, yang sangat terkenal karena desainnya yang sederhana, mudah diproduksi, dan mudah dirawat. Kalashnikov menyadari senapan temuannya telah digunakan di banyak peperangan dan konflik senjata dan telah membunuh banyak orang. Suatu saat menjelang kematiannya, Kalashnikov mengakui merasakan ‘penderitaan spiritual yang sangat perih.’
Demikian pula, tambah Fathul, Alfred Nobel yang dikenal sebagai nama penghargaan untuk ilmuwan dalam beragam bidang juga yang menemukan dinamit. Awalnya dinamit digunakan untuk kepentingan sipil, tetapi kemudian juga untuk perang.
“Sebelum meninggal, dia dihantui oleh kematian dan kerusakan yang diakibatkan oleh temuannya. Di dalam surat wasiat yang ditinggalkan, ia meminta kekayaannya dimanfaatkan untuk mendirikan yayasan yang merayakan pencapaian ilmu pengetahuan dan perdamaian,” katanya.
Saat ini, kata Fathul, penggunaan AI telah banyak disalahgunakan untuk mengeksploitasi manusia oleh manusia lain. AI telah memudahkan surveilans, persuasi, dan juga kendali, termasuk mengendalikan perilaku kita.
“AI juga bisa melengkapi pengembangan senjata otonom yang mematikan. Tentu saja, AI juga dapat mengambil alih sebagian pekerjaan yang selama ini memerlukan kehadiran fisik manusia,” katanya.
Mengutip Stuart Russell dari Inggris, yang saat ini menjadi profesor di University of California, Berkey, Fathul mengajak ilmuwan untuk menyadari potensi masalah yang dapat terjadi ketika AI berkembang ke depan. “Kita harus memitigasi pengembangan AI yang lebih altrustik untuk kepentingan manusia yang baik, lebih rendah hati dengan mengenalkan ketidakpastian, dan lebih memahami preferensi manusia yang beragam,” saran Fathul. (*)