YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day diperingati setiap tahun tanggal 5 Juni, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran global akan kebutuhan untuk mengambil tindakan lingkungan yang positif bagi perlindungan alam dan planet bumi. Selain itu, ini juga menjadi instrumen penting yang digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kesadaran tentang lingkungan serta mendorong perhatian dan tindakan politik di tingkat dunia.
Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, organisasi Gerakan Indonesia Makmur (GIM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selenggarakan webinar dengan tema Refleksi Hari Lingkungan Hidup, Stop Penggunaan Plastik, Kamis 5 Juni 2025. Hadir sebagai narasumber pemantik diskusi, Prof. Dr.-Ing. Widodo Brontowiyono dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan Agus Hartana, aktivis pengolahan sampah. Webinar diikuti oleh peserta dari berbagai daerah, selain dari DIY dan Jawa Tengah, juga dari luar Pulau Jawa. terdiri dari praktisi, akademisi, penggiat lingkungan, mahasiswa, aparatur pemerintah, serta masyarakat umum.
Webinar dibuka oleh Sri Samiasih, Ketua GIM DIY, sekaligus sampaikan sambutan pembuka yang mengajak masyarakat sadari resiko paparan mikroplastik.
“Pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, GIM DIY mengajak untuk cegah peningkatan resiko paparan mikroplastik bagi manusia dan lingkungan. GIM akan selalu hadir dalam upaya kepedulian untuk kemajuan bangsa dan kebaikan masyarakat. Kali ini, webinar bertema Refleksi Hari Lingkungan Hidup, Stop Penggunaan Plastik dengan narasumber yang kompeten, Prof. Dr.-Ing. Widodo Brontowiyono dan Agus Hartana. Harapannya, masyarakat akan sadar kondisi saat ini, tingginya resiko paparan mikroplastik dari berbagai sumber yang ada saat ini, termasuk makanan yang sering dikonsumsi,” kata Sri Samiasih.
Dalam sesi diskusi, diawali presentasi dari Prof. Dr.-Ing. Widodo Brontowiyono memberikan stimulasi bahwa mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, yang berasal dari peluruhan limbah plastik, serpihan tekstil sintetis, kosmetik, dan produk rumah tangga lainnya.
“Setiap hari kita berinteraksi dengan puluhan bahkan ratusan sumber mikroplastik, mulai dari kemasan air minum, alat makan sekali pakai, hingga produk kosmetik. Sejumlah riset telah menemukan mikroplastik dalam air kemasan, air galon isi ulang, air sumur, daging ikan, teh celup dalam kantong plastik, bahkan dalam gelas kertas sekali pakai,” ungkap Prof Widodo yang saat ini masih menempuh studi Program Profesi Insinyur di Unika Atma Jaya Jakarta.
Menurutnya, air minum isi ulang dengan kemasan galon dapat terpapar ratusan partikel mikroplastik per liter karena faktor kemasaan yang mengandung plastik. Air sumur dangkal di wilayah perkotaan juga mulai tercemar oleh mikroplastik akibat rembesan sampah dan limbah domestik. Ikan laut dan air sungai mengandung mikroplastik dalam jumlah signifikan akibat tercemarnya perairan. Bahkan teh celup dengan kantong plastik dan kosmetik dengan mikrobeads menjadi sumber tak kasat mata dari paparan harian. Mikroplastik tidak hanya mencemari lingkungan, tapi juga berpotensi merusak sistem pencernaan manusia, mengganggu hormon, dan menjadi karsinogenik jika masuk ke dalam tubuh manusia secara terus-menerus.
Dalam pemaparan lanjutan, narasumber kedua Agus Hartana, mengapresiasi langkah GIM DIY yang berencana menindaklanjuti koordinasi dengan pemerintah daerah dan komunitas penggerak sampah di Kabupaten Bantul. Agus juga sampaikan masih lemahnya sistem pengelolaan limbah plastik di banyak daerah.
Pada akhir webinar, Prof Widodo tegaskan isu mikroplastik bukan hanya masalah lingkungan, tapi darurat kesehatan publik, yang perlu penanganan lintas sektor secara serius dan berkelanjutan. Juga perlunya meningkatkan edukasi publik tentang bahaya mikroplastik, serta mendorong inovasi dalam pengelolaan limbah berbasis teknologi dan kearifan lokal. (IPK)