FIAI UII Tuan Rumah The 3rd ICoIFL, Bahas Solusi Larangan Perkawinan Beda Agama

ICoIFL
Rektor UII saat memberikan sambutah pada The 3rd ICoIFL di Yogyakarta, Rabu (26/7/2023). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menjadi tuan rumah The 3rd International Conference on Islamic Family Law (ICoIFL) of ADHKI (Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam), Rabu (26/7/2023). Konferensi ini diselenggarakan bekerjasama dengan Universitas Islam Negeri Salatiga, Jawa Tengah.

Dekan FIAI UII, Dr Drs Asmuni MA menjelaskan The 3rd ICoIFL yang mengangkat tema Navigating Islamic Family Law and Human Issues in The Digital Era memiliki tiga bagian. Pertama, Musyawarah Kerja Nasional (Muskernas) Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam (ADHKI) Indonesia. Mukernas ini bertujuan untuk memutuskan rencana kerja ke depan dan mengupayakan agar hukum-hukum keluarga lebih banyak menjadi legislasi-legislasi formal di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Kedua, kata Asmuni, bagi FIAI UII, konferensi ini memiliki tiga tugas yaitu sebagai pelaksana, tuan rumah, dan memberi motivasi asosiasi ini. Ketiga, tidak sekedar hanya menyelenggarakan seminar tetapi bagaimana asosiasi ini bisa membentuk kurikulum dan output apa yang kita inginkan dari Prodi Hukum Islam yang terkait dengan hukum keluarga.

Sebetulnya banyak hal tentang Hukum Keluarga Islam. Kalau dilihat dari Undang-undang (UU) Perkawinan sudah ada revisi. “Masalah penambahan umur juga dianggap ada sisi kelemahannya,” kata Asmuni.

Selain itu, tambah Asmuni, baru-baru ini ada peraturan yang membolehkan perkawinan antar agama. Namun peraturan tersebut dianulir dengan Keputusan Mahkamah Agung. “Di sini akan muncul banyak masalah. Salah satunya, status anaknya seperti apa dan masih banyak hal yang didiskusikan penganuliran oleh MA,” kata Asmuni.

Ditegaskan Asmuni, perkawinan yang sah menurut negara adalah perkawinan yang tercatat. Sehingga kalau belum tercatat, tentu ada masalah di situ. “Hukum Islam itu sudah menjadi hukum positif, setelah diundangkan menjadi undang-undang. Atau undang-undang lain seperti UU Perbankan Syariah atau UU yang berkaitan dengan wakaf dan sebagainya,” katanya.

Menurut Asmuni, ke depan, perubahan undang-undang itu sangat cepat. Bahkan bisa lebih cepat dari pada yang diprediksikan. “Sehingga ICoIF ini merupakan langkah antisipasi kita untuk mendiskripsikan kira-kira apa yang akan terjadi ke depan. Termasuk dalam ranah digitalisasi,” tandasnya.

Sementara Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSi, PhD mengatakan apakah Keluarga Digital ini sudah menjadi perhatian ADHKI. Fathul berharap agar ADHKI membuat konsep, prinsip dan sesuai ajaran agama untuk membentuk keluarga digital. “Jangan sampai terlambat, kalau mahasiswa sudah terlanjur rusak,” kata Fathul.

Fathul mengharapkan agar ADHKI dapat menciptakan Keluarga Islam yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Misalnya, bagaimana seharusnya pendidikan di TK, SD, SMP, SMA. “Sehingga ke depan warga Indonesia dapat menjadi warga Keluarga Digital yang bermartabat, yaitu manusia yang bisa bersikap, dan tetap menghargai orang lain. Ada kebebasan berekspresi, tetapi tetap menghormati hak-hak orang lain yang harus dijaga dan dihargai,” kata Fathul. (*)