Anak dan Remaja Disabilitas Belum Dapat Layanan Optimal di Perubahan Iklim

Ikrom Mustofa saat menyampaikan hasil penelitian di Auditorium Gedung Moh Natsir FTSP UII Jl Kaliurang km 14, Yogyakarta, Kamis (12/6/2025). (foto : heri purwata)
Ikrom Mustofa saat menyampaikan hasil penelitian di Auditorium Gedung Moh Natsir FTSP UII Jl Kaliurang km 14, Yogyakarta, Kamis (12/6/2025). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Anak dan remaja dengan disabilitas memiliki kerentanan ganda dalam menghadapi perubahan iklim. Selain terbatasnya akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, dan perlindungan sosial, mereka juga menghadapi hambatan struktural dan stigma sosial yang memperburuk posisi mereka dalam sistem sosial dan pembangunan.

Demikian diungkapkan Ikrom Mustofa, MSc, Ketua Tim Riset pada ‘Diseminasi Hasil Riset: Dampak Perubahan Iklim pada Anak dan Remaja dengan Disabilitas, dan yang Mengalami Kusta di Indonesia, Studi Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kota Ternate’ di Auditorium Gedung Moh Natsir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (FTSP UII) Jl Kaliurang km 14, Yogyakarta, Kamis (12/6/2025). Riset ini merupakan kolaborasi Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII dengan NLR Indonesia untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap anak dan remaja dengan disabilitas.

Bacaan Lainnya

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia dan NLR Indonesia. Penandatanganan Implementation Agreement dilakukan Dr Eng Ir Awaluddin Nurmiyanto, ST, M Eng, Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII dan Agus Wijayanto, MMID, Direktur NLR Indonesia.

Lebih lanjut, Ikrom Mustofa menjelaskan kondisi ini semakin kompleks bagi anak dan remaja yang mengalami kusta. Sebab mereka tidak hanya menghadapi hambatan fisik dan psikososial akibat penyakit, tetapi juga beban stigma dan diskriminasi yang kerap mengisolasi mereka dari komunitasnya, termasuk dalam penanganan risiko iklim.

Akibatnya, kata Ikrom, kelompok anak dan remaja dengan disabilitas ini masih sering terpinggirkan dalam berbagai proses perencanaan dan pengambilan kebijakan terkait iklim. Data dan kebijakan yang tersedia belum sepenuhnya mengadopsi pendekatan interseksional yang mempertimbangkan usia, jenis disabilitas, kondisi kesehatan seperti kusta, serta dinamika lokal yang mempengaruhi kapasitas adaptif mereka.

“Padahal, inklusi anak dan remaja dengan disabilitas dalam agenda iklim bukan hanya soal keadilan sosial. Tetapi juga penting untuk memastikan bahwa respons terhadap krisis iklim bersifat menyeluruh, berkelanjutan, dan berbasis hak asasi manusia,” kata Ikrom.

Merespons kebutuhan tersebut, NLR Indonesia menggandeng Jurusan Teknik Lingkungan UII melakukan studi partisipatif yang berfokus pada dua wilayah berisiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Kedua wilayah tersebut adalah Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.

“Studi ini mengkaji dampak perubahan iklim terhadap anak dan remaja dengan disabilitas, termasuk mereka yang mengalami kusta, dengan memetakan risiko iklim, hambatan dalam akses layanan dasar, kondisi sosial dan kesehatan, serta potensi partisipasi mereka dalam aksi-aksi iklim berbasis komunitas,” kata Ikrom.

Diseminasi penelitian ini, kata Ikrom, diselenggarakan sebagai ruang dialog lintas sektor. Diseminasi penelitian ini mempertemukan pemangku kepentingan dari pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas penyandang disabilitas.

“Diseminasi ini bertujuan menyampaikan hasil studi secara terbuka, memperkuat pemahaman bersama mengenai pentingnya pendekatan inklusif dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu, menjajaki peluang kolaborasi untuk mendorong kebijakan dan aksi nyata yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan,” kata Ikrom. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *