YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menggelar UII Sorenyastra #4 bertemakan ‘Sudahkah Kita Merdeka,’ di selasar utara Gedung Mohammad Hatta Perpustakaan UII, Kamis (29/8/2024). Agenda seni yang berisi baca puisi dan melukis ini merupakan ajang mengkritisi kondisi terkini.
UII Sorenyastra #4 dilaksanakan pada Bulan Agustus sehingga tema yang dipilih ‘Sudahkah Kita Merdeka?’ Selain baca puisi dan melukis, UII Sorenyastra #4 juga menggelar pameran arsitek ‘Belajar dari Mangun Wijaya.’ Pameran arsitek yang dilaksanakan di lantai 1 Perpustakaan UII ini berlangsung Kamis – Selasa (22/8 – 17/9/2024).
Rektor UII, Prof Fathul Wahid mengatakan Cinta adalah anak kandung kemerdekaan. Tanpa cinta hampir tidak mungkin ada kemerdekaan. “Ketika seseorang dikuasai orang lain, didominasi orang lain, maka kebebasan atau kemerdekaan menjadi dipertanyakan. Dalam hubungan rakyat dan negara, ketika yang muncul tirani maka kemerdekaan juga dipertanyakan,” kata Fathul Wahid.
Fathul Wahid menjelaskan tentang apa kemerdekaan. Fathul mengilustrasikan orang yang mempunyai komoditas, mempunyai uang, mempunyai kapital, dan lain-lain. Mereka itu memiliki kapabilitas atau kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bisa dilakukan.
“Orang mempunyai uang, mungkin akan menyekolahkan anaknya. Orang yang mempunyai uang mungkin mendapat pelayanan kesehatan bagus, mungkin mendapatkan keamanan dan lain-lain,” kata Fathul.
Fathul menambahkan, ketika orang tidak makan karena sebuah pilihan, cerdas, pilihan sadar. “Saya mempunyai uang tetapi saya memilih puasa, maka itu kemerdekaan. Saya mempunyai uang, tetapi saya pilih mogok makan untuk protes karena tirani yang ada itu kemerdekaan,” tandasnya.
Sebaliknya, ketika kemungkinan-kemungkinan itu tidak berfungsi, maka kemerdekaan seseorang tersebut pada dasarnya sudah hilang. “Orang tidak makan, pilihannya hanya satu yaitu tidak punya uang. Artinya, orang tersebut tidak mempunyai pilihan. Dan itu bukan kemerdekaan,” kata Fathul.
Fathul menandaskan tema ‘Sudahkah Kita Merdeka?’ segaja dipilih untuk menyadarkan masyarakat agar bisa merdeka. “Merdeka dari siapa? Merdeka dari mereka. Siapa mereka? Pertama, kebodohan dan pembodohan. Kedua, kemiskinan yang diturunkan. Ketiga, pejabat yang lupa mandat rakyat. Keempat, pejabat yang lupa misi besar bangsa untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita harus merdeka dari mereka,” kata Fathul. (*)