YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Nor Eka Noviani, Pakar Gizi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta mengatakan pemasakan dan pendistribusian menjadi penyebab keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemasakan dalam jumlah besar perlu dibarengi dengan peralatan yang besar dengan proses memasak sekali masak.
Nor Eka Noviani mengemukakan hal tersebut dalam rilis yang dikirim ke redaksi jogpaper.net. Selanjutnya, makanan tidak terlalu lama menunggu sampai dengan distribusi kepada siswa. Lama waktu penyimpanan makanan maksimal empat jam, bila lebih dari waktu tersebut sebaiknya makanan dipanaskan ulang.
“Makanan panas yang langsung ditutup juga meningkatkan risiko makanan karena adanya uap panas yang terjebak di dalam wadah dan akan terbentuk air embun. Kondisi ini menyebabkan suhu dalam wadah makanan akan turun secara perlahan dan pada suhu berbahaya danger <60OC dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri,” kata Nor Eka, Selasa (12/8/2025).
Nor Eka mengatakan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengawasan mutu makanan program MBG. Di antaranya, SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam proses pemilihan, produksi, serta distribusi makanan. Selain itu, perlu pemantauan suhu dan holding time agar makanan tidak terlalu lama di dapur,” kata Nor Eka.
Nor Eka menambahkan perlu ada penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) untuk mencegah, mengandalikan dan meminimalkan risiko bahaya keamanan pangan. Pemeriksaan rutin sampel makanan yang disimpan selama 24-48 jam untuk antisipasi adanya kejadian luar biasa (KLB) berkaitan dengan cemaran mikrobiologis dan kimia pada makanan. “Penekanan kebersihan dan hygiene petugas dan dokumentasi monitoring pengolahan makanan, seperti jam memasak, holding time dan distribusi makanan,” kata Nor Eka.
Pengelolaan makanan, kata Nor Eka, harus menerapkan enam prinsip higiene sanitasi atau cara pengolahan makan yang baik (CPMB). Enam prinsip tersebut adalah pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi atau masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan. “Potensi kontaminasi makanan bisa terjadi di semua tahap rantai penyelenggaraan makanan mulai dari pemilihan bahan, pengolahan hingga penyajian dan distibusi,” katanya.
Nor Eka juga mengingatkan keseimbangan nilai gizi juga harus diperhatikan dalam MBG. Nilai gizi dan keamanan makanan dimulai dari perencanaan menu yang berbasis pada pesan gizi seimbang, pembuatan standar resep, standar bumbu, standar menu yang sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang telah dibuat.
Pengadaan makanan sudah sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang tertulis juga kepada pemasok yang terpercaya kualitas dan mutunya. Penyimpanan bahan makanan juga sesuai dengan sifat bahan dengan prinsip pada First in First Out (FIFO) dan First expired First Out (FEFO).
“Pengolahan bahan makanan yang higenis sampai matang (>750C); Distribusi dan penyajian yang aman (<5oC untuk makanan dingin dan >60oC untuk makanan panas). Tak lupa monitoring dan evaluasi secara berkala untuk menghindari adanya pencemaran makanan. Pengambilan sampel makanan bisa dilakukan untuk antisipasi adanya Kejadian Luar Biasa (KLB),” katanya. (*)