YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menangani 14 dari 245 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang melakukan fraud dan tindak pidana. Kasus ini melibatkan pada pengurus, pegawai, konsumen dan saat ini sedang dalam proses internal, baik di pidana khusus dan penyidikannya OJK.
Edi Setijawan, Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus dan Pengendalian Kualitas Pengawasan PVML OJK mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan di Kantor OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (10/7/2025). Saat ini, kasus tersebut sedang diproses Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “LKM tersebut terlibat dalam tindak pidana jasa keuangan,” kata Edi Setijawan.
Untuk mencegah terjadi fraud dan tindak pidana, OJK menyelenggarakan ‘Sosialisasi Memahami dan Mencegah Fraud dan Tindak Pidana di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Pergadaian.’ Sosialisasi secara hybrid diikuti sekitar 200 personil dari perwakilan direksi atau pengurus LKM, LKM Syariah, pemeriksa dari OJK kantor pusat, Yogyakarta, Semarang, Solo, Tegal dan Purwokerto.
“Semoga sosialisasi ini memberikan nilai tambah bagi kita semua dalam memperkuat integritas dan profesionalisme Lembaga Keuangan Mikro, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, dan Pegadaian di Indonesia,” harap Edi Setijawan.
Edi Setijawan menjelaskan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan institusi yang turut memainkan peran penting dalam mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Melalui layanan pembiayaan, simpanan, hingga konsultasi usaha, LKM telah menjangkau kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya tersentuh oleh layanan perbankan formal.
Namun, tambah Edi Setijawan, peran penting ini tidak lepas dari berbagai tantangan, baik dari internal maupun external. Salah satu tantangan dari sisi internal, dalam pengelolaan LKM adanya kelemahan dalam hal tata kelola, transparansi pelaporan keuangan, hingga menimbulkan potensi terjadinya fraud atau penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 41 Tahun 2024 tentang Lembaga Keuangan Mikro, sebagai upaya memperkuat landasan hukum dan tata kelola LKM. “Regulasi ini hadir sebagai pelengkap dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang secara khusus juga memuat ketentuan pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus atau pihak terkait LKM,” kata Edi Setijawan.
Edi mengatakan ada beberapa ketentuan pidana yang diatur dalam UU P2SK. Di antaranya, pemalsuan laporan keuangan, pelanggaran terhadap kewajiban kerahasiaan informasi, dan penyelenggaraan usaha tanpa izin. UU P2SK memberikan landasan hukum yang lebih tegas dalam membangun sektor LKM yang tertib dan bertanggung jawab.
Penegakan hukum pada LKM yang dilakukan Penyidik Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Langkah awal, dilakukan pemeriksaan khusus untuk memastikan adanya pelanggaran pidana. “Adapun tujuan dari Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan adalah mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi di Sektor Jasa Keuangan,” kata Edi Setijawan.
Berdasarkan data, kata Edi Setijawan, sampai dengan periode Maret 2025, LKM yang telah memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebanyak 245 LKM dengan nilai keseluruhan aset LKM mencapai Rp 1,609 Triliun. “Dengan jumlah aset yang cukup besar, kegiatan sosialisasi ini menjadi sangat relevan mengingat masih terdapat perbedaan pemahaman di kalangan pelaku LKM terkait potensi risiko hukum atas tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan usaha, dan keterbatasan dalam pemahaman terhadap regulasi yang berlaku. Sehingga hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan fraud dan penegakan hukum di sektor ini,” tandas Edi Setijawan.
Sosialisasi ini, harap Edi Setijawan, peserta dapat memperoleh pemahaman menyeluruh tentang fraud dan tindak pidana. Pertama, jenis-jenis fraud dan tindak pidana yang kerap terjadi di LKM, termasuk modus-modus yang dilakukan pelaku, Kedua, strategi pencegahan dini, yang meliputi penguatan tata kelola, manajemen risiko, dan penerapan prinsip kehati-hatian.
Ketiga, dampak regulasi terbaru, baik POJK 41 Tahun 2024 maupun UU P2SK, terhadap kewenangan pengawasan dan penegakan hukum oleh OJK. Keempat, langkah-langkah konkret yang dapat diterapkan oleh pengurus dan pengawas LKM dalam mencegah dan menangani indikasi fraud sejak dini. (*)