Mahasiswi FTI dan FK UII Kolaborasi Ciptakan Pulmonosis, Teknologi Diagnostik Cepat Kanker Paru

Kiri ke kanan: Eka Maryani Saputri, Deriza Qurrotun A'yuni, Jihan Syahira Adnanda Putri. (foto : istimewa)
Kiri ke kanan: Eka Maryani Saputri, Deriza Qurrotun A'yuni, Jihan Syahira Adnanda Putri. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Mahasiswi Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berhasil menciptakan Pulmonosis, teknologi diagnostik cepat kanker paru. Teknologi diagnostik cepat kanker paru ini bersifat noninvasif, praktis, dan terintegrasi dengan machine learning.

Tiga mahasiswa tersebut adalah Jihan Syahira Adnanda Putri, Mahasiswi Prodi Informatika FTI UII angkatan 2021; Eka Maryani Saputri, Mahasiswi Fakultas Kedokteran UII angkatan 2021; Deriza Qurrotun A’yuni, Mahasiswi Prodi Teknik Mesin FTI UII angkatan 2021. Mereka dibimbing Ir Ali Parkhan, MT, Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII.

Bacaan Lainnya

Ketua Tim, Jihan Syahira Adnanda Putri menjelaskan inovasi ini memanfaatkan biosensor elektrokimia fleksibel untuk mendeteksi biomarker calprotectin (CLP) pada feses. Kemudian diolah secara real time melalui Internet of Things (IoT) ke aplikasi mobile pasien.

Berdasarkan uji laboratorium, kata Jihan Syahira, Pulmonosis mencapai akurasi sebesar 92,09% bila dibandingkan dengan metode standar ELISA. Selain itu, sistem transmisi data melalui modul ESP32-WROOM-32 juga terbukti stabil dengan akurasi mencapai 99,16% dan kecepatan pengiriman data kurang dari tiga detik.

Inovasi Pulmonosis ini, tambah Jihan Syahira, hasilnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional. “Metode diagnostik konvensional seperti sitologi maupun histopatologi yang bersifat invasif, membutuhkan waktu lama, dan berisiko menimbulkan komplikasi. Pulmonosis hadir lebih aman, nyaman, dan efisien,” tandas Jihan Syahira.

Proses diagnostik Pulmonosis hanya membutuhkan waktu 2-3 jam tanpa harus melalui prosedur biopsi yang menyakitkan. Dari sisi model bisnis, tim peneliti memproyeksikan pasar yang besar dengan potensi mencapai Rp 175 miliar per tahun di Indonesia.

“Distribusi awal akan difokuskan pada fasilitas kesehatan di Pulau Jawa melalui pendekatan B2B (Business to Business) ke rumah sakit, Puskesmas, hingga BPJS, serta B2C (Business to Customer) melalui edukasi masyarakat dan pemasaran digital. Produk ini juga akan didukung sertifikasi SNI, ISO, serta izin edar dari Kementerian Kesehatan RI guna menjamin kualitas dan legalitasnya,” kata Jihan.

Jihan berharap Pulmonosis dapat menjadi solusi deteksi dini kanker paru yang lebih praktis dan efektif, sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “Pulmonosis kami rancang tidak hanya sebagai alat diagnostik, tapi juga sebagai platform pemantauan kesehatan yang dapat membantu pasien melakukan kontrol rutin secara real time,” katanya.

Inovasi Pulmonosis, kata Jihan, membawa harapan baru bagi dunia medis, khususnya dalam upaya menekan angka kematian akibat kanker paru yang masih menjadi penyebab utama kematian kanker di Indonesia dan dunia. Globocan (2022) mencatat 38.904 kasus baru kanker paru, menjadikan kanker paru sebagai penyebab kanker terbanyak kedua di Indonesia pada tahun tersebut

Sementara Kemenkes menyebut angka tetap stabil setiap tahun: sekitar 34.000 kasus baru kanker paru, dengan tingkat kematian sangat tinggi (~88%). “Estimasi terbaru tahun 2023 – 2025 belum tersedia secara resmi, namun asumsi realistis: jumlah kasus kanker paru berada di kisaran 34.000 – 39.000 kasus per tahun,” ujarnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *