Kisah Farrel, Mahasiswa Penyandang Tuna Netra UGM Lulus Cumlaude

Farrel
Alexander Farrel Rasendriyo Haryono. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Usai penghelatan upacara wisuda, ribuan wisudawan beranjak dari kursinya untuk antri berfoto di depan panggung wisuda di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Beberapa di antaranya, wisudawan-wisudawati berjalan menuju pintu keluar gedung.

Namun di tengah kerumunan itu, nampak Alexander Farrel Rasendriyo Haryono (22) masih duduk di kursinya. Ia ditemani dua rekannya. Farrel, demikian ia akrab disapa, tengah menunggu kedua orang tuanya turun dari anak tangga balkon untuk menjemputnya.

Bacaan Lainnya

Tidak berselang lama, ibunda Farel, Emil Tri Ratnasari, umur 48 tahun, datang menghampiri. Saat itu kedua temannya berpamitan. Sang ibunda menuntun anak sulungnya dan seraya memintanya berpose sebentar mengabadikan foto membelakangi panggung wisuda.

Farrel dibantu ibunya untuk foto bersama. (foto : istimewa)

Farrel merupakan salah satu dari 1.609 lulusan sarjana UGM yang diwisuda program sarjana di Grha Sabha Pramana UGM, Kamis (24/8/2023). Meski memiliki keterbatasan pada indera penglihatan, namun tidak mengalahkan semangatnya untuk lulus tepat waktu di Fakultas Hukum.

Bahkan Farrel pun lulus dengan predikat cumlaude dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,74.“Senang sekali mas, bisa selesai tepat waktu, empat tahun,” kata anak sulung dari tiga bersaudara asal Klaten ini.

Farrel mengaku tidak banyak mengalami kendala selama perkuliahan karena para dosen selalu mengirim soft file saat kuliah Daring. Lalu saat kuliah tatap muka, ia selalu rajin mencatat apa yang disampaikan dosen lewat ketikan di laptopnya. “Kebetulan dosen-dosen selalu membagi materi pembelajaran. Selama kuliah, saya mencatat,” ujarnya.

Saat ujian, kata Farrel, ia ditempatkan dalam ruangan khusus. Dibantu dengan sebuah aplikasi khusus agar ia tahu soal-soal yang ditanyakan, Farrel selanjutnya mengerjakan jawabannya dengan cara mengetik di laptop.

Begitu pun dengan pengerjaan tugas skripsi. Farrel mengaku ia melakukan hal yang sama dengan mahasiswa lainnya seperti menulis riset dan wawancara langsung dengan responden. “Sama dengan mahasiswa yang lain, saya menulis, riset, dan wawancara,” katanya.

Adapun tema skripsi yang pilih Farrel berkenaan soal hukum pajak penghasilan bagi penyandang disabilitas. “Kesimpulan dari skripsi tersebut adalah diperlukan ketentuan khusus penerapan pajak penghasilan bagi penyandang difabel. Sebab secara ekonomi mereka memiliki pengeluaran lebih besar dibanding dengan non difabel,” paparnya.

Soal mobilitasnya saat empat tahun kuliah di Fakultas Hukum UGM, Farrel bercerita jika ia banyak dibantu oleh rekan kuliahnya. Dari rumah ia langganan ojek Daring untuk berangkat ke kampus. Bila sudah sampai di pintu gerbang, rekan kuliahnya sudah menunggu untuk mengantarnya masuk ke dalam kelas. “Sampai kampus janjian sama teman sudah ada yang jemput. Lalu saya diantar ke kelas. Begitu juga janjian dengan dosen, selalu diantar,” kenangnya.

Sanga ibunda, Emil Tri Ratnasari, mengaku senang dan bangga anak sulungya berhasil menyandang gelar sarjana. Selama prosesi wisuda selama tiga jam, ia menangis haru saat melihat Farrel menerima ijazah. “Aduh, mewek terus di atas (balkon). Pokoknya bangga. Perjuangannya sungguh luar biasa, semoga sukses terus kedepannya,” harapnya.

Emil bercerita bahwa sejak kecil Farrel termasuk anak yang rajin belajar dan tidak suka mengeluh. Selalu memiliki tekad kuat untuk memiliki impian yang sama dengan temannya yang normal. “Dari kecil tidak mengeluh. Pokoknya ia selalu ingin sama dengan temannya,” katanya

Usai menyandang gelar Sarjana Hukum, Farrel berencana melamar pekerjaan yang sesuai dengan profesinya di bidang hukum, terutama pada hukum pajak. “Setelah ini, saya mau lamar kerja dulu, mungkin 2-3 tahun lagi mau daftar pendidikan S2,” pungkasnya. (*)